Monday, September 28, 2009

tulisan ini diambil dari Ust saya Abdul Syahid Syafruddin


Curigai Diri Anda!

Posted on August 15th, 2009 in MotivasiSikap

Curiga-mencurigai adalah suatu yang tidak baik. Apalagi kalau curiga yang mendorong kepada hasad dan dengki. Namun setelah kita menteliti dari beberapa peristiwa yang sering kita dengar dari sejarah akan perihal para sahabat Rasulullah SAW, kita menemukan bahawa mereka ternyata sangat suka bercuriga. Bezanya antara kita hari ini, curiga kita lebih kepada hal-hal yang tak patut dan melibatkan orang lain sedangkan mereka mencurigai hal-hal yang perlu dicurigai dan melibatkan diri mereka sendiri. Ya, mereka mencurigai diri mereka sendiri!!
Sering kita dengar mengenai para sahabat yang menangis kerana curiga amal mereka tidak diterima. Ramai dari mereka ketakutan mencurigai iman dan taqwa di hati mereka. Ramai dari mereka curiga amal mereka tidak ikhlas dan dipenuhi riak.
Contoh yang sering kita dengar kisah Saidina Umar RA yang bertanya kepada Huzaifah Bin Yaman RA. Huzaifah dikatakan sebagai seorang yang selalu bersama Rasulullah SAW lalu Saidina Umar bertanya adakah beliau pernah mendengar Baginda mengatakan perihalnya, Saidina Umar curiga dirinya tergolong dari mereka yang munafik.
Imam Hasan Basri pernah berkata, “Orang munafik selesa dengan kemunafikan mereka (sehingga tidak sedar akan diri mereka munafik) sedang orang mu’min gelisah takut diri tergolong dari mereka yang munafik (kerana sentiasa merasa diri mereka munafik)”
Sikap ini perlu kita contohi. Kita perlu sentiasa curiga akan diri kita sendiri. Curigailah hati dan kandungan iman serta taqwa di dalamnya. Curigailah niat anda siapa tahu ada riyak di dalamnya. Curigailah langkah anda siapa tahu menuju ke arah yang tidak sepatutnya. Curigailah ringan tulang anda siapa tahu anda mengharapkan sesuatu dari selain Allah. Curigailah harta anda siapa tahu ada hak orang lain padanya. Curigailah solat anda siapa tahu tiada khusyuk di dalamnya. Curigailah masa anda siapa tahu ada lagha di dalamnya. Curigailah makanan anda siapa tahu ada haram padanya. Curigailah kata-kata anda siapa tahu ada bohong padanya. Curigailah isteri dan anak anda siapa tahu mereka jauh dari kebaikan dan dekat pada kemungkaran. Curigailah curigailah dan curigailah.. Mari sama-sama kita mencurigai diri kita demi mencapai tahap yang lebih baik.

Tuesday, September 15, 2009

Di mana kah kematian KU??

Allahu Robbi, kau panggil temanku tanpa izinku, layak-Kah aku  melakukan seperti itu, siapakah diri ini untuk meminta,memohon dan memaksa agar kau mengembalikannya kepadaku. 

Allahu Robbi, Sungguh memang dunia ini adalah tempatx persinggahan para manusia, Tempat kita mengumpul tin-tin kosong yang berguna dan sampah yang bisa menjadi saksi akan kebaikan diri kita sendiri saat menghadapmu. 

Allahu Robbi, malu diri ini saat melakukan laranganmu dan meninggalkan perintah yang termaktub di dalam Al-Qur'an, sakit hati ini tatkala mengetahui bahwa badan tubuh yg  kau amanahkan kepadaku, telah ku lencongkan ke jalan yang tidak kau Ridho'i. 

Allahu Robbi, Bahagiakanlah temanku Robby Wibowo, di bawah naungan Rahmat-Mu, kerana dialah pejuang sejati bagiku. 

Allahu Robbi, Jadikanlah ia sebagai pengingat ku saat setan menusuk islamku, merobek akhlakku, menggengam batinku sehingga akan  ku usir dia dengan Imanku.

Allahu Robbi, maafkanlah diri hamba, maafkanlah diri hamba, maafkanlah diri hamba, dunia maupun akhirat


Thursday, September 10, 2009

Kunjungan sebelum yang kedua

alhamdulillah, sampai jugak aku dan keluarga di malaysia, Ribuan terima kasih kepada Abang saye luthfi yang telah membawa kami sampai selamat ke tujuan.
Ikhwani...

Indah hari ini, indah jika kita menikmatinx, indah jika kita melaluix, indah jika kita mengenangx.
ada 1 keindahan yang ingin aku sampaikan kepada pembaca. Keindahan yang hax didapatkan oleh 1 orang berbanding 1000 org yg melewatix. Meski masih jauh dari keindahan Hakiki, tapi keindahan khayyali turut menyenangkan hati kita

Hari ini, pada tanggal 10 september, sebelum Shalat dzuhur, saye beserta Keluarga (Parent 2 org, adik-beradik, 7), terkandas di tengah2 jembatan antara Malaysia dan Singapura. Sekitar setengah jam kami terhenti, Ribuan mata menyaksikan kami, jutaan reaksi yang muncul dari pemilikx. Yang lebih mengharukan lagi adalah jika saudara anda melewati mobil anda yang sedang mogok kemudian hax melambaikan tangan tanda perkenalan tanpa berhenti sejenak untuk membantu ataupun setakat bertanx.

Segala puji-Mu, kau hadirkan hambamu yang x pernah terbayangkan di fikr, Alhamdulillah, dengan bantuan bateri mobil yang lain. Keadaan kembali seperti semula.. Lafadz Kami kepada-Nya, terus membasahi lidah kami.

Terima Kasih Ya Robbi, Kau jadikan kenangan ini tertanam di dalam memori................

Tuesday, September 8, 2009

susah? yang benar aja

bismillahirrahmanirrahim, Engkaulah penciptaku, mata, telinga, hidung badan bahkan seluruhx berputar mengelilingi Arsy-x. Usai shalat shubuh di surau ghim moh road, singapura. Aku mendengar yusuf mansyur berbicara akan kesusahan yang melanda hidup.

Rasulullah S.A.W pernah menasehati kita jika kita dilanda kesusahan yang sangat. Kerjakanlah 6 perkara sesuai dengan urutanx.

falyatawadda'
falyusolli rokatain
falyaqro' Al-Qur'an
Falyada'u ila Allah
Falyatawakkal
Falyatasaddoq

Ikhwanul muslimin, ada sahabat kita yg juga dia saudara kt seummat. Sebutlah Malik namax. Hanx dalam semalam, tseekrekkk, seluruh masalahx selesai. Rentenir yg meminta uang 15juta rupiah,bini yang mau bercerai, rumah mau di konker bahkan anak yang diberhentikan sekolah.hilang dalam kegelapan malam dan diawali dengan sinar pagi yang cerahx.

Akankah kita berduka?

Ashar berlalu dengan cepat, setelah aku, emy n ibu mempererat silaturrahim ke Nenek Haji, ayah aku menuju langsung ke rumah cik ham(beliau adlh mak cik aku). Sekilas aku melihatx membuka pintu, aku menemukan sebuah ruangan yang hampa akan Rahmat-Nya, jauh d lubuk hati ini belum menemukan siraman jiwa bersama. Suram, kelam, kosong akan segala-Nya.
apakah ini azab atau ujian semata. Tergantung bagaimana besar kecilx gelas kosong kita. Semakin luas volumex maka semakin tawar garam yang sudah bercampur dengan air. Ingatlah, SEBESAR KEINSYAFANMU SEBESAR ITU PULA KEUNTUNGANMU.

Sunday, September 6, 2009

TIBALAH MASANYE!!!!!!!!!!!!!!

Ikhwan, sudah saatnye kite perlu mengintropeksi diri, Atas dasar ape kite hidup di dunia ini?
Sekaranglah saatnye untuk berubah, menuju ke ridhox, bangkitkan diri, majukan Hidup untuk merubah dunia. Bukan kita yg di ubah dunia tapi kita lah perubahnye

Tuesday, September 1, 2009

Aku Tinggalkan Anak-anakku Demi Islam



Meski pedih, ia hancurkan rasa cinta kepada dua putranya tersayang, karena Kavita lebih memilih cintanya kepada Islam


Hidayatullah.com--Namaku dulu adalah Kavita, dan nama panggilanku Poonam. Setelah memeluk Islam, aku bernama Nur Fatima. Usiaku 30-an tahun. Tapi aku merasa baru berumur lima tahun, karena pengetahuanku tentang Islam tidak melebihi pengetahuan anak usia 5 tahun.

Aku dulu bersekolah di Mumbai, di sebuah sekolah yang cukup besar khusus untuk anak-anak dari keluarga bangsawan. Kemudian aku melanjutkan pendidikan ke UniversitasCambridge. Setelah menyelesaikan program master, aku mengambil banyak kursus komputer.

Aku menyesal, banyak gelar duniawi yang sudah diraih, tapi aku belum melakukan apapun untuk kehidupan akhirat. Sekarang aku ingin melakukan sesuatu untuk akhiratku.

Lingkungan tempat aku dibesarkan, adalah lingkungan Hindu ekstrimis yang sangat membenci Islam. Keluargaku bagian dari dari organisasi Hindu garis keras, Shiv Sena.

Aku menikah di Mumbai, dan memiliki dua orang putra. Bersama suami dan anak-anak, kami kemudian pindah ke Bahrain.

Aku memeluk Islam setelah menikah, tapi aku sudah tidak meyukai menyembah dewa-dewa pujaanku sejak aku beranjak dewasa. Aku ingat, suatu hari aku membuang sesembahanku ke kamar mandi. Ketika ibu menegur aku, kukatakan padanya bahwa benda-benda itu tidak bisa melindungi diri mereka sendiri. Jadi mengapa kita meminta berkah dari mereka, menyembah mereka. Apa yang bisa mereka berikan kepada kita?

Ada sebuah ritual di keluarga kami, jika seorang gadis sudah menikah, maka ia membasuh kaki suaminya, lalu meminum air basuhannya. Tapi aku menolak melakukan hal itu sejak hari pertama menikah. Karena itu aku  dimarahi habis-habisan.

Ketika masih sendiri aku pernah mengikuti sekolah pendidikan guru, dan aku suka mengendarai mobil sendirian. Aku kadang mengunjungi sebuah Islamic Center terdekat. Di sana, aku mendengarkan pembicaraan orang, dan akhirnya mengetahui bahwa orang Islam tidak menyembah dewa.

Mereka tidak mencari karunia dari seseorang yang lain. Mereka tidak punya Baghawan. Aku suka cara pandang mereka. Pada akhirnya aku mengetahui, yang mereka sembah ternyata adalah Allah, Yang Mengurus segala sesuatu.

Aku terkesan sekali dengan shalat. Awalnya aku tidak tahu itu adalah cara orang Islam berdoa. Yang aku tahu orang Islam sering melakukannya. Dulu kusangka itu semacam olahraga. Aku baru mengetahui gerakan itu dinamakan shalat ketika mulai mengunjungi Islamic Center.

Aku sering bermimpi setiap kali tidur. Aku melihat ada sebuah ruangan persegi empat. Mimpi itu selalu mengganggu tidurku dan membuat aku terbangun dalam keadaan berkeringat. Ruangan yang sama selalu muncul dalam mimpi ketika aku tidur kembali.

Setelah menikah aku pindah ke Bahrain, tempat yang membantu aku memahami Islam dengan lebih baik. Karena itu adalah sebuah negara Muslim, maka aku dikelilingi oleh tetangga Muslim. Aku berteman dengan seorang  Muslimah. Ia jarang mengunjungiku, tapi aku sering mengunjunginya.

Suatu hari ia melarang aku mengunjungi rumahnya, karena waktu itu bulan Ramadhan, bulan untuk beribadah. "Ibadahku terganggu karena kamu berkunjung ke rumah," begitu katanya.

Aku sangat ingin tahu tentang ibadah ritual yang dilakukan orang Islam. Oleh karena itu aku memintanya untuk tidak melarangku berkunjung ke rumahnya. Aku berkata, "Lakukan saja apa yang ingin kamu lakukan. Aku hanya akan melihat apa yang kamu lakukan. Aku tidak akan berkata apapun, dan hanya akan mendengar apa yang kamu baca." Maka ia pun tidak melarangku berkunjung ke rumahnya.

Ketika aku melihatnya sedang beribadah, aku tertarik untuk menirukannya. Kemudian aku bertanya padanya tentang "gerak badan" itu. Ia memberitahu, itu namanya shalat. Dan buku yang selalu ia baca, adalah kitab suci Al-Quran.

Aku berharap bisa melakukan semua yang ia lakukan. Aku pulang ke rumah dan mengunci diri dalam kamar. Aku meniru semua apa yang dilakukan temanku secara diam-diam, meskipun aku tidak tahu banyak mengenai hal itu.

Suatu hari aku lupa mengunci kamar dan melakukan shalat, ketika itu suamiku masuk. Ia bertanya, apa yang aku lakukan. Aku bilang, "Aku melakukan shalat." Ia pun berkata, "Apakah kamu masih waras? Kamu tahu apa yang kamu katakan?"

Awalnya aku ragu. Mataku terpejam dan ketakutan. Tapi tiba-tiba, aku merasa ada sebuah kekuatan besar dalam diriku, yang membuat aku berani untuk menghadapi situasi saat itu. Aku berkata bahwa aku sudah memeluk agama Islam, dan karena itu aku melakukan shalat.

Suamiku berseru, "Apa?! Apa kamu bilang? Coba kamu katakan sekali lagi?" Aku mengulangi ucapanku, sambil memberi tekanan, "Ya! Aku masuk Islam." Mendengar hal itu ia langsung memukuli aku.

Kakakku mendengar suara ribut-ribut dan mendatangi kami. Ia berusaha menyelamatkan aku. Tapi, ketika suamiku menceritakan semuanya, ia pun maju dan ikut memukuli aku.

Aku berusaha menghentikannya dengan berkata, "Kamu tidak perlu ikut campur. Aku tahu apa yang baik dan apa yang buruk buatku. Aku telah memilih jalanku."

Mendengar perkataanku itu, suamiku semakin naik pitam. Ia menyiksaku sedemikian rupa hingga aku tidak sadarkan diri.

Ketika itu semua terjadi, kedua putraku berada di rumah. Saat itu putra pertamaku berusia 9 tahun dan adiknya 8 tahun.

Tapi setelah peristiwa itu, aku tidak diperbolehkan bertemu siapapun. Aku dikurung dalam sebuah ruangan. Meskipun sebenarnya belum benar-benar memeluk Islam, tapi aku selalu mengatakan bahwa aku telah masuk Islam.

Suatu malam, ketika aku masih dikurung, putra sulungku datang dan menangis dalam pelukanku. Aku bertanya, kemana anggota keluarga yang lain. Ia bilang mereka semua pergi mengunjungi sebuah acara. Tak ada seorang pun di rumah. (Malam itu ada sebuah festival keagamaan).

Putraku minta agar aku kabur dari rumah, karena keluargaku akan membunuhku. Aku katakan padanya, bahwa hal seperti itu tidak akan terjadi. Mereka tidak akan menyakiti aku. Dan kukatakan pada putraku, agar ia menjaga dirinya sendiri dan juga adiknya.

Tapi ia terus memaksa dan memohon agar aku meninggalkan rumah. Aku berusaha membuatnya mengerti, jika aku pergi maka aku tidak bisa bertemu dirinya dan adiknya. Namun ia menjawab, aku akan bisa menemui mereka jika aku masih hidup. "Pergilah mama, mereka akan membunuhmu," katanya.

Akhirnya aku memutuskan untuk pergi. Aku tak bisa melupakan peristiwa itu, ketika putra pertamaku membangunkan adiknya dan berkata, "Bangunlah. Mama akan pergi meninggalkan rumah. Temuilah ia sekarang, karena kita tidak tahu apakah kita akan berjumpa lagi dengannya atau tidak."

Itu pertama kali si bungsu melihatku setelah kami tak jumpa sekian lama. Ia mengusap-usap matanya ketika melihatku. Ketika aku mendekatinya, ia pun memelukku dan menangis tersedu-sedu. Anak-anak mungkin sudah mengetahui semuanya. Ia hanya berkata, "Mama akan pergi?" Aku hanya mengangguk, dan meyakinkannya jika kami akan bertemu lagi.

Aku merasa meremukkan cinta seorang ibu dengan kakiku. Di satu tangan aku menggenggam cinta anak-anakku, dan di tangan lain aku menggenggam cintaku pada Islam yang akan menggantikannya. Aku merintih dan memeluk erat anak-anakku. Aku berusaha menghancurkan cintaku pada mereka.

Luka-lukaku masih segar, aku tidak bisa berjalan. Namun aku berusaha untuk melakukannya.

Kedua putraku menyaksikan kepergianku malam itu, di malam yang gelap dan dingin. Mereka melambaikan tangan sambil menangis di pintu gerbang.

Aku tidak bisa melupakan saat-saat itu. Setiap kali aku mengingatnya, aku teringat orang-orang yang telah meninggalkan rumah dan keluarga mereka demi untuk Islam.

Setelah meninggalkan rumah, aku langsung menuju ke kantor polisi. Masalahku saat itu, mereka tidak mengerti bahasaku. Untungnya, seorang di antara mereka bisa berbahasa Inggris.

Saat itu aku sulit bernapas dan tidak bisa bicara karena gemetaran. Aku memintanya agar mengizinkanku beristirahat sampai aku bisa memulihkan keadaanku.

Tak lama kemudian aku pun pulih. Aku katakan padanya kalau aku meninggalkan rumah dan ingin memeluk Islam.  Aku ragu-ragu untuk menceritakan semua kejadian yang sebenarnya. Namun polisi itu berusaha menenangkanku dan berkata bahwa ia seorang Muslim, ia akan membantuku semaksimal mungkin. Kemudian aku diajak pulang ke rumahnya dan diberi tempat menginap di sana.

Pagi harinya, suamiku mendatangi kantor polisi meminta bantuan. Ia mengatakan bahwa istrinya telah diculik. Tapi kemudian dikatakan kepadanya bahwa istrinya tidak diculik. Istrinya datang sendiri ke kantor polisi. Karena ia ingin memeluk Islam, maka suaminya tidak lagi memiliki hubungan dengannya karena berbeda agama. Jadi istrinya tidak boleh pergi dengannya.

Suamiku memaksa, dan mulai mengancam. Tapi aku sendiri menolak untuk pergi bersamanya. Aku mengatakan bahwa ia boleh mengambil semua perhiasanku, tabungan, dan rumah milikku. Tapi aku tidak akan pergi dengannya.

Awalnya ia tidak menyerah. Namun, karena melihat kegigihanku menolaknya, ia pun minta dibuatkan pernyataan tertulis bahwa ia mendapatkan semua harta bendaku.

Polisi yang menolongku berkata bahwa sekarang keluargaku tidak bisa menyakitiku lagi, dan aku bisa memeluk Islam. Aku berterima kasih padanya, lalu pergi ke rumah sakit, karena seluruh badanku penuh dengan luka.

Aku tinggal beberapa hari di rumah sakit. Suatu hari seorang dokter bertanya, "Dari mana asalmu? Tidak ada seorang anggota keluarga pun yang datang menjengukmu ke rumah sakit."  Aku diam, tidak menjawab. Sebab aku meninggalkan rumah karena mencari satu hal. Dan sekarang aku tidak memiliki rumah atau keluarga. Yang aku miliki hanya Islam.

Polisi Muslim yang menolongku, ia memanggilku sebagai seorang saudara perempuan. Dan ketika aku berada di rumahnya, ia memperlakukanku seperti saudara kandungnya. Ia telah memberiku tempat berteduh di malam yang dingin, ketika aku kehilangan seluruh keluargaku. Aku tidak akan pernah melupakan jasanya.

Dan ketika aku berada di rumah sakit, aku bingung. Apa selanjutnya yang harus aku lakukan? Kemana aku harus mencari tempat berlindung yang aman.

Setelah keluar dari rumah sakit, aku langsung pergi ke Islamic Center. Saat itu tidak ada seorang pun, hanya ada seorang bapak tua yang sepertinya tinggal di sana. Aku menemuinya, dan kukatakan maksud kedatanganku. Sejenak ia merasa ragu, lalu berkata, "Nak, sari ini bukanlah pakaian seorang Muslimah. Pergi dan pakailah kerudung, tutupilah dirimu sebagaimana orang Muslim."

Aku mempunyai sisa uang yang kubawa ketika meninggalkan kantor polisi. Kubeli seperangkat pakaian dengan uang itu, lalu kembali ke Islamic Center.

Pak tua itu mengajariku cara berwudhu. Setelah aku berwudhu, ia membawaku ke sebuah ruangan. Ketika memasuki ruangan itu, aku melihat sebuah gambar tergantung di dinding. Aku terdiam, karena aku melihat ruangan seperti yang ada dalam mimpiku. Seketika aku berseru, "Ini yang sering aku lihat dalam mimpiku. Yang selalu mengganggu tidurku."

Pak tua tersenyum, ia berkata bahwa itu adalah rumah Allah. Muslim dari seluruh penjuru dunia datang ke rumah itu untuk melakukan haji dan umrah. Namanya Baitullah. Aku terkejut mengetahuinya. Aku pun bertanya, "Apakah Allah tinggal di sebuah rumah?" Ia menjawab, pertanyaan-pertanyaanku dengan senyum dan penuh perhatian. Sepertinya ia tahu banyak tentang Islam.

Aku tidak mengalami kesulitan berbicara dengannya. Ia menjelaskan setiap hal dalam bahasa ibuku. Aku merasakan kebahagiaan yang aneh saat itu.

Ia membimbingku mengucapkan syahadat. Kemudian menjelaskan tentang Muslim dan Islam. Setelah itu aku merasa tidak takut dan juga tidak ada beban dalam pikiranku. Aku merasa diriku sangat cerah. Rasanya seperti berenang di tempat kotor, lalu pindah ke dalam air yang jernih.

Pengelola Islamic Center itu mengangkatku sebagai anak, dan membawaku pulang ke rumahnya. Beberapa waktu kemudian ia pun menikahkah aku dengan seorang Muslim. Keinginan pertamaku saat itu adalah melihat rumah Allah. Lalu aku pun pergi melakukan umrah.

Setelah aku memeluk Islam, aku tidak pernah kembali ke India, dan aku pun tidak ingin pergi ke sana. Keluargaku mempunyai hubungan dengan organisasi-organisasi politik dan Hindu di sana. Mereka bahkan telah menawarkan sejumlah uang untuk kepalaku.

Dulu aku diberitahu bahwa mujahidin adalah orang-orang yang suka menindas. Dan mereka sering melakukan penindasan melewati batas. Kami dibuat agar membenci mujahidin. Tapi sekarang aku telah mendapatkan kebenaran, dan aku mencintai mereka. Kuucapkan doa untuk mujahidin dalam setiap shalatku.

Aku juga berdoa kepada Allah, jika Ia mengaruniaiku dengan anak-anak laki-laki, aku akan sangat bahagia jika melihat mereka ada dalam barisan para mujahid. Aku akan mempersembahkan mereka untuk kejayaan Islam. Insya Allah.
 

www.luthfi679.blogspot.com