“Kenape kamu harus menulis?”
Soalan ini ditanyakan oleh ayah saye saat kami bersama pulang dari Kuala Lumpur .
Saye terdiam sejenak untuk memikirkan jawapannya. Belum sempat berkata, ayah saye langsung menjawab.
” Inilah perbedaan antara orang yang hidup dan yang mati. Jika orang yang hidup itu menulis, maka dia akan kekal hidup walaupun jasadnya sudah meninggalkan dunia. Hasil fikirannya yang dituangkan dalam bentuk tulisan tangan masih dapat memberi inspirasi kepada yang masih hidup. Berbeza dengan orang yang hidup tapi tidak menulis apa-apa. Sehingga orang itu meninggal sekalipun, tidak ada manfaat yang dapat diambil darinya”.
”Lihatlah Kyai Imam Zarkasyi. Meskipun beliau telah meninggal, tetapi hasil ilmunya masih dapat dipelajari oleh santri-santri di seluruh pelosok Indonesia. Imam Syafi’e, Maliki, Ahmad, Hanafi, Dr. Buya Hamka, Presiden Sukarno, dan yang lainnya. Mereka semua mampu menggerakkan semangat juang rakyat walaupun mereka sudah tiada. Semuanya, hanya berbekalkan tulisan.”. Sambung ayah kepada saye lagi.
Saye pun lantas merenung.
”Umur aku ni, dah nak masuk 20 tahun, 1 hasil tulisan pun takde. Macam mane kalau aku meninggal tanpa meninggalkan apa-apa untuk Ummat. Sedangkan Nabi Muhammad sendiri meninggalkan hadist untuk Ummatnya. Bahkan, Allah menulis kata-katanya melalui perantara Jibril kepada Rasulnya.”
”Luar biasa, berarti, kita seharusnya berbagi apa yang ade di fikiran kita untuk berbagi kenikmatan yang diberikan oleh Allah. Bukankah Allah Maha Adil?. Setiap orang diberi ilmu sesuai dengan kadar kemampuannya. Sehingga jika kita banyak menulis berarti kita mensyukuri nikmat Allah untuk berbagi ilmu yang ade di otak kita.” kataku kepada diriku.
” Ya, mulai hari ini, tanggal 27 Jan 2010, aku haruskan diriku untuk menulis apa pun yang ada di fikiranku. Tulisan ini kupersembahkan kepada diriku sendiri, keluarga, masyarakat, negara juga kepada Tuhan pencipta tubuh ini, Allah S.W.T.” Janjiku pada diriku.
No comments:
Post a Comment